PROBOLINGGO, koranmadura.com – Para petani tomat di wilayah Kabupaten Probolinggo, mengeluhkan rendahnya harga buah tomat. Harga jual buah tomat di tingkat petani hanya seribu per kilogram. Sedangkan harga biasanya bisa mencapai empat sampai lima ribu per kilogram. Dengan rendahnya harga jual otomatis para petani mengalami kerugian.
Ali Usman (35), salah satu petani tomat di Desa Tarokan, Kecamatan Banyuanyar, Kabupaten Probolinggo, mengatakan, harga jual buah tomat banyak dikeluhkan petani, sebab sangat murah. Bahkan tidak sedikit petani tidak memanen tomat di kebunnya sebab biaya operasional untuk memanen tidak sebanding dengan harga jual.
”Petani banyak yang mengeluh dengan anjloknya harga buah tomat. Para petani berharap harga jual buah tomat segera membaik sehingga kerugian yang dialami petani tidak semakin parah,” katanya, kepada wartawan, Minggu (11/10).
Ia mengatakan, sepanjang tahun ini harga tomat bisa dikatakan tidak menguntungkan petani. Sebab hargaya justru anjlok di pasaran.
“Saat ini harga jual tomat dikisaran harga seribu per kilogram. Kalau sudah harga seribu justru petani tidak bisa mendapatkan keuntungan,” tandas Ali Usman.
Murahnya harga jual tomat, kata Ali Usman, tidak hanya menimpa dirinya namun juga kepada petani lainnya. Seharusnya harga tomat yang bisa memberikan keuntungan kepada petani bisa mencapai empat sampai lima ribu per kilogramya.
“Kalau sudah dibawah itu biaya tanam dengan hasil panen sudah tidak stabil. Situasi ini akan menyebabkan petani terancam gulung tikar,” ucapnya.
Petani lainnya Kadir (30), mengatakan, pemerintah harus segera turun tangan dan bisa menyelesaikan masalah yang saat ini membebani para petani tomat. Selama ini karena ketidak mampuan dari pemerintah mengelola harga komoditas, para petani di daerah selalu mengalami kerugian dan menanggung beban.
Setiap ada kenaikan harga yang terlalu tinggi atau penurunan harga yang terlalu drastis, para pedagang pasar selalu disalahkan dan dituduh memainkan harga. Padahal kenaikan ataupun anjloknya harga komoditas tertentu tidak lepas dari peran dari pemerintah.
“Petani meminta kepada pemerintah agar bisa membeli semua pasokan tomat yang dimiliki oleh petani sesuai dengan harga. Produksi tersebut kemudian diolah menjadi produk tertentu yang mempunyai nilai lebih. Hal tersebut agar nantinya para petani tidak kapok untuk bertanam lagi,”katanya.
Dikatakan, murahnya harga tomat tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan petani untuk obat-obatan dan pupuk. Selain itu, panen serempak yang tak diimbangi dengan meningkatnya permintaan membuat harga komoditi ini jatuh.
“Petani berharap pemerintah bisa membantu kesulitan petani terkait murahnya harga tomat,”pinta Kadir.
Tak hanya harga tomat saja yang murah, lanjut Kadir, komoditas lainnya seperti holtikultura bernasib sama. Kalau hal ini terus terjadi di tingkat petani, maka akan sulit menemukan kesuksesan.
Selain itu, kerugian petani saat menjual hasil panennya sangat tinggi. Yang paling banyak dikeluhkan petani soal biaya obat-obatan yang terus melambung, termasuk harga beli pupuk bagi petani.
“Kalau harga pupuk dan obat-obatannya terus mengalami kenaikan, jangan diharap hasil pertanian menguntungkan. Kami meminta pemerintah untuk bisa mencarikan solusi soal format standar harga,”pintanya.
Dikatakan, format standar harga jika tidak dilakukan oleh pemerintah maka petani akan mudah dimainkan oleh para pedagang besar ketika stok komoditas dihasilkan dari panen raya.
“Kalau hal ini tidak bisa tertangani, maka sulit pertanian bisa maju karena petani sudah mulai malas bercocok tanam kembali,”papar Kadir.
(MAHFUD HIDAYATULLAH)