SUMENEP, KORAN MADURA– Bekerja sepenuh hari tidak menjadikan dia kehilangan spirit untuk berkarya. Sosok pemuda yang tak kenal lelah dan kehilangan asa. Sepulang kerja ia langsung bergegas mengambil beberapa alat kerajinan tangannya di tempat yang biasa. Termasuk grafir, alat melukis untuk menyulap bambu menjadi sebuah kerajinan yang kreatif.
Tiap malam ia harus mengorbankan waktu istirahatnya hanya demi sebuah kreativitas. Sebab ia sadar, bekerja sebagai seorang IT yang tidak tetap tak menjadikan dirinya di catat oleh sejarah. Ia ingin menunjukkan bahwa sejarah tidak akan pernah baik jika seseorang tidak berani memulai untuk mengakrabi sejarah.
Misbah (26), warga asal Parsanga ingin menjadi pelaku sejarah, biar dirinya juga bisa disejajarkan dengan tokoh-tokoh pemuda yang pernah dicatat oleh sejarah. Sebab ia sadar kalau berkarya itu tidak cukup, perlu kegigihan dan ketekunan. Bahkan kadang masih terlupakan walau masih berkarya. Seperti karyanya, produk kerajinan yang mengenalkan khas Sumenep terlupakan di tengah kebuntuan konsep wirausaha muda yang dicanangkan oleh pemerintah. Seyogyanya, pemuda semacam dia tidak terlupakan. Bahkan dirangkul, sediakan modal dan dibantu pemasaran. Namun, karena visi dan misi mencetak wirausaha muda tak kunjung jelas, akhirnya dia menjadi korban kebuntuan program itu.
“Saya sebenarnya ingin ada sentuhan dari pemerintah. Namun, daripada menunggu itu lebih baik saya tetap berkarya otodidak. Sebab tetap jalan toh mas walau tanpa sentuhan dari pemerintah,” ucapnya, Minggu (29/5).
Misbah menambakan bahwa modalnya selama ini pinjam. Sebab untuk membuat kerajinan seperti yang dirinya buat juga butuh modal yang tidak sedikit. “Saya habis Rp 5 juta untuk beli alat-alat untuk membuat kerajinan ini. Kalau bahannya murah, yang penting nalar kreatif kita jalan,” jelasnya.
Untuk inspirasnya, Misbah terinspirasi dengan kekayaan budaya dan wisata Sumenep. “Makanya, kami buat berdasarkan khas kebudayaan Sumenep. Seperti gantungan kunci bergambar Masjid Jamik, Asta Tinggi, Keraton Sumenep, Labang Mesem hingga wisata Sumenep lainnya,” akunya.
Selain gantungan kunci, ia juga membuat beberapa produk asbak dari bambu. “Juga lampu hias. Semuanya berbahan dari bambu,” imbuhnya. Soal penjualan, Misbah mengaku masih kesulitan, namun selama dua bulan ini banyak yang memesan. “Mungkin tahunya dari informasi dari FB, twiter dan BB mas. Sebab saya menjualnya hanya lewat itu. Untuk dipasarkan kan tidak ada sentra produk di Sumenep,” ungkanya.
Ia hanya punya mimpi, suatu saat karyanya itu bisa menggugah pemuda Sumenep untuk mencintai Sumenep sepenuh hati. Sebab inspirasnya kerajinan tangannya terinspirasi dari kekayaan Sumenep. Tidak banyak kata Misbah yang bangga menjadi orang Madura, lebih-lebih Sumenep.
“Gagasan ini tak lain untuk itu mas. Sebab ke depan kita akan menghadapi sebuah era baru dalam panggung ekonomi. Hal itu tak lain adalah MEA,” ungkapnya.
Baginya, MEA bukan hanya sekadar panggung ekonomi, tetapi juga panggung produk. Itulah substansi dari diterapkannya MEA di 10 negara. Selain itu, ada kompetisi SDM. Karena Misbah paham, SDM unggul adalah segalanya. Maka dari itu, dirinya hari ini berani memulai, tanpa sentuhan dari siapapun. Tak masalah, walau produknya tak laku, atau tidak punya jaringan pemasaran yang luas. “Tetapi yang membuat saya bangga, karya saya sudah dihargai oleh banyak orang. Kini, sudah 100 lebih yang memesan sesusai permintaan pelanggan. Sekarang saya menggarap pesanan orang,” ungkanya.
Soal harga kata Misbah beragam. Kalau gantungan kunci berkisar Rp 4-5 ribu. Sementara kalau asbak Rp 15 ribu, dan lampu hias Rp 40-50 ribu. “Lagi-lagi bukan soal harga mas, tetapi soal ide dan gagasannya,” tegasnya.
Melihat kisah Misbah ini memberikan gambaran bahwa berwirausaha itu bukan soal konsep atau sentuhan pemerintah, namun keberanian. Misbah adalah salah satu dari sekian banyak pemuda yang punya keberanian untuk memulai. Dan Seharusnya, pemerintah tidak menutup mata bagi para pemuda yang betul-betul berbuat untuk Sumenep. Program mencetak wirausaha muda yang dicanangkan sehrusnya tidak melupakan mereka. Sebab lewat tangan kreatif mereka, generasi emas Sumenep di masa depan akan terus muncul. (SYAMSUNI)