SURABAYA– Lambannya Kejari Surabaya mengeluarkan surat pemanggilan ketiga kepada trio terpidana kasus gratifikasi Japung,
yakni Sekkota Soekamto Hadi, mantan Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Purwito dan Asisten II Sekkota Muhlas Udin mulai dikritisi pakar hukum di Surabaya.Berdasarkan putusan kasasi MA yang menyebutkan ke tiga terpidana gratifikasi itu dijatuhi hukuman satu tahun enam bulan dan juga dihukum untuk membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider 5 bulan kurungan.
Praktisi Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, I Wayan Titip Sulaksana menyatakan kekesalannya terhadap Korps adhyaksa yang berkantor di jalan sukomanunggal itu.
Pria kelahiran Klungkung Bali itu menilai kinerja Kejari Surabaya lamban terkait sikap tegasnya dalam melakukan eksekusi terhadap trio pejabat Pemkot Surabaya itu.
Baginya, Soekamto, Poerwito dan Muhlas Udin harus di jebloskan ke penjara. Meski mereka telah mengajukan Peninjuan Kembali (PK) tetapi harus menjalani hukuman terlebih dahulu. “Itu sudah ada putusan MA dan Kejari tinggal melakukan pemanggilan serta eksekusi kenapa sampai sekarang masih bebas. Sekarang malah menghadiri sidang perdana PK tanpa dijebloskan ke penjara,” kata dia saat dikonfirmasi melalui ponselnya, Kamis (21/2) kemarin.
Menurut dia, sebagai lembaga penegak hukum, Kejari memiliki hak untuk mengeksekusi mereka dikarenakan tupoksi kejari sebagai eksekutor. Namun dimata Wayan kenetralan Kejaksaan dalam kasus gratifikasi ini sangat diragukan,”kenapa setelah sidang PK kok mereka tidak langsung dieksekusi Kejari itu sudah dibayar negara untuk melaksanakan eksekusi tersebut. Bila lelet ganti saja Kejari nya. Kami tidak butuh Kejari lelet seperti itu,” kata dia.
Saat di tanyakan tentang upaya Soekamto Cs adanya sidang PK, Wayan mengatakan itu merupakan hak tersangka. “Tetapi tidak merubah Kejari untuk menunda putusan MA yang mewajibkan mereka menjalani hukuman di sel. Apapun alasan mereka ke kejaksaan itu hanya bersifat mengulur-ulur waktu. Buktinya ketika sidang PKnya mereka tidak beralasan menunda persidangan. coba kalau dipanggil kejaksaan, ada saja alasannya,”Ungkap dia.
Wayan juga mengharapkan agar Polda Jatim membidik Bambang DH selaku Walikota Surabaya pada waktu itu. Menurutnya itu sesuai dengan pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP juncto pasal 3, pasal 5 ayat 2, pasal 11 dan pasal 12 huruf a dan b uu no 31 tahun 1999 tentang tipikor yang diperbaharui tahun 2001. “Saya minta agar Polda juga mengusut Bambang selaku pembuat kebijakan dan meryuruh ke tiga terpidana tersebut yang menyairkan dana gratifikasi kepada anggota dewan,” jelasnya.
Ditambahkannya, Polda memeriksa tidak hanya Bambang DH tetapi juga anggota dewan yang lainnya. Berdasarkan pasal 11, pasal 12 a dan b UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor yg diperbaharui dengan UU 20 tahun 2001 tentang tipikor. “Walaupun anggota dewan yang menerima uang tersebut telah mengembalikan uang japung tersebut. Namun sudah bisa terkena karena ketahuan. Coba kalau tidak ketahuan pasti akan diambil uang itu,” pungkas dia. (kas)