JAKARTA, koranmadura.com – Posisi Arief Hidayat, Ketua Mahkamah Konstitusi, tergoyang. Sejumlah elemen masyarakat sipil mendesak Arief Hidayat meletakkan jabatannya karena dinilai telah melakukan lobi politik di senayan untuk memperpanjang masa jabatannya sebagai hakim konstitusi. Arief telah mendapat teguran lisan dari Dewan Etik.
Saat dimintai tanggapan soal tergoyangnya MK terkait polemik jabatan yang masih dipegang Arief, mantan Ketua MK Mahfud MD mengatakan kritik dan desakan itu sebaiknya didengar. “Mari dengarkan bisikan nurani yang ada di setiap denyut kehidupan masyarakat,” kata Mahfud, Jumat, 16 Februari 2018.
Mahfud menganggap desakan dan kritikan atau sikap tidak percaya masyarakat terhadap MK merupakan teguran moral. Teguran moral, lanjut Mahfud, juga termasuk hukuman. “Itu adalah hukuman bersifat otonom, datang dari kesadaran diri sendiri. Merasa malu, takut, tebal muka,” kata Guru Besar Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tersebut.
Akibat masih adanya Arief di bangku hakim konstitusi, ada bagian dari koalisi masyarakat sipil yang mengaku sulit percaya dengan integritas MK sebagai lembaga peradilan konstitusi. Namun, Mahfud menilai itu adalah hak, termasuk ketika warga negara enggan mengajukan gugatan uji materi seperti Indonesia Indonesia Corruption Watch (ICW) yang enggan mengajukan gugatan terhadap UU MD3.
“Itu urusan masyarakat ya. Kalau masyarakat tidak mau mengajukan, ICW dan kawan-kawan itu urusan mereka,” katanya.
Sebelumnya, dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu mengakui sejumlah anggota dari komisinya pernah mengundang Arief Hidayat untuk bertemu di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta. “Alat kelengkapan Dewan Komisi III yang mengundang Pak Arief itu. Nah kebetulan Komisi III sedang melakukan pleno di Hotel Mid Plaza,” kata Masinton, Kamis, 15 Februari 2018.
Masinton menjelaskan, kala itu Komisi III tengah melaksanakan rapat pleno. Arief lalu diundang untuk membicarakan jadwal fit and proper test karena masa jabatan Arief sebagai hakim MK akan segera habis.
Masinton menganggap desakan mundur dari hakim MK yang ditujukan kepada Arief selama ini cenderung politis. Apalagi, MK baru saja menolak gugatan wadah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kewenangan Pansus Angket DPR atas KPK.
“Kareng dianggap bahwa pandangan hukum Pak Arief tidak sejalan dengan keinginan kelompok-kelompok atas nama pressure grup ini, sehingga di-bully. Pak Arief jalan saja, tidak boleh mundur dengan tekanan-tekanan itu,” kata politikus PDIP tersebut.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan hal serupa. Desakan Arief untuk mundur sebagai hakim MK cenderung politis. Arief didesak mundur karena mengeluarkan putusan bahwa Pansus Angket DPR untuk KPK tidak menyalahi undang-undang. Padahal, lanjut Fahri, putusan Arief yang menganggap KPK bagian dari lembaga eksekutif merupakan bukti bahwa Arief independen dalam menjalankan tugasnya sebagai hakim MK.
“Kami tahu betul betapa independennya lembaga ini, Prof Arief dan kawan-kawan itu sangat independen. Justru ini ketika mulai independen, mereka takut. Puncak independensinya ditunjukkan dengan putusan bahwa KPK bagian dari eksekutif,” kata Fahri.
Pada hari yang sama, di tempat terpisah, Juru Bicara MK Fajar Laksono menyatakan isu lobi-lobi politik yang dilakukan Arief Hidayat dengan anggota komisi III DPR untuk memperpanjang jabatannya sebagai hakim konstitusi tak terbukti. “Dewan etik menegaskan terkait dengan lobi-lobi politik, menurut dewan etik dugaan itu tidak terbukti,” kata Fajar di Gedung MK.
Fajar menyebut dalam putusan Dewan Etik, Arief memang terbukti melakukan pelanggaran. Namun, pelanggaran itu hanya terkait dengan pertemuan Arief dengan Komisi III tanpa undangan resmi atau hanya melalui telepon.
Lebih lanjut, Fajar mengatakan independensi MK tidak serta merta dipengaruhi Arief selaku Ketua MK. Sebab, MK terdiri dari sembilan hakim konstitusi yang masing-masing memiliki independensi dalam menyatakan argumentasi maupun memutuskan sebuah perkara. “Jadi kalau kemudian hanya melihat hal itu (independensi ketua MK), itu tidak beralasan,” ucap Fajar. (CNN/RAH/DIK)